Rabu, 17 April 2013

Ujian Nasional




Ujian Nasional 2013
Haruskah Ujian Nasional Diadakan?
Tidak terasa perjalanan tahun akademik 2012/2013 sudah tiba di penghujung periode. Ujian Nasional atau yang biasa di singkat dengan UN merupakan aktivitas yang dilakukan secara rutin setiap akhir tahun pembelajaran untuk memastikan apakah siswa layak untuk lulus sekolah sesuai kriteria standar kelulusan atau harus mengulang mata pelajaran, khususnya di Indonesia. Ujian Nasional ini menjadi momen penentuan perjuangan siswa selama bertahun-tahun duduk di bangku pendidikan. Di sinilah dilihat indikasi keberhasilan siswa. Siswa yang tidak lulus dianggap gagal dalam pembelajaran dan sebaliknya, siswa yang lulus dianggap murid yang pintar dan berhasil dalam pembelajaran. Namun dengan melihat kenyataan yang terjadi di lapangan, ada dua pertanyaan yang timbul, yaitu apakah memang betul Ujian Nasional ini sudah benar menjadi tolak ukur keberhasilan pembelajaran atau sebuah analisis yang keliru dan menjadi sebuah kesalahan yang fatal bagi dunia pendidikan di Indonesia? Dan apakah ini pantas dilakukan kepada peserta didik?. Kedua pertanyaan tersebut tentu menjadi pertanyaan dasar yang sangat penting untuk dijawab demi pembaharuan dan kemajuan pendidikan di Indonesia pada masa yang akan datang.
Ujian Nasional bukanlah cara yang tepat dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pendidikan atau menguji kelayakan siswa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, karena pendidikan bukan sebuah kompetisi, bukan ajang uji atau tes uji kelayakan siswa, akan tetapi proses pencerdasan kehidupan bangsa sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Kegiatan ini hanya memicu kelahiran generasi penerus bangsa yang sangat tidak berkualitas. Menjadikan mereka manusia-manusia ahli plagiat, berlaku curang dan belajar membohongi publik demi mencapai keinginannya, yaitu lulus agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Padahal, hampir semua guru selalu mengingatkan kepada anak-anak didiknya untuk tidak menghalalkan segala cara dalam meraih cita-cita. Hal lain yang paling memprihatinkan ketika Ujian Nasional diadakan adalah tindakan sebagian guru yang memang sengaja mengirimkan kunci jawaban kepada muridnya sebelum atau selama proses ujian sedang berlangsung. Meskipun peraturan-peraturan ujian dibuat dan diawasi seketat mungkin, mereka tetap bekerja sama menyelesaikan soal-soal ujian dengan cara guru mengirimkan siswa jawaban lewat pesan singkat dan jelas perilaku tersebut bukan cerminan perilaku pendidikan yang baik. Ini juga mengindiksikan bahwa pelaksanaan Ujian Akhir Nasional tidak lain hanyalah sebatas formalitas, sebab yang sebenarnya ujian adalah guru mereka, bukan siswa. Bukti adanya kerjasama antar guru dan siswa dalam Ujian Akhir Nasioanal adalah adanya laporan orang tua kandung seorang murid yang berinisial MAB siswa kelas 6 SDN 06 petang, Peanggarahan, Jakarta Selatan kepada Komnas Perlindungan Anak tentang tindakan seorang guru yang mengumpulkan siswanya beberapa hari sebelum ujian dilaksanakan untuk membicarakan kesepakatan dan mengatur strategi tempat duduk mereka ketika ujian nanti, di mana siswa yang dianggap pintar diperintahkan untuk berbagi jawaban dengan anak-anak lain. Oleh karena itu, setiap siswa membawa telepon genggam (Sri Endang Susetiawati, 2011). Sehubungan dengan kecurangan-kecurangan dalam ujian tersebut, sebenarnya telah ada komentar dari Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh yang dimuat dalam Koran Tempo edisi 17 April 2011 mengatakan bahwa guru yang mencoba membantu siswa menjawab soal Ujian Nasional akan dipecat (Sandy Guswan, 2011). Pernyataan tersebut tentunya mengarah pada dua hal, yaitu berupa ancaman sebagai antisipasi tindakan dan peringatan untuk tidak mengulangi perbuatan yang telah dilakukan sebelumnya.
Pada kasus lain, lulusan Ujian Nasional dikhawatirkan akan terjaring ke dalam daftar nama-nama koruptor, khususnya di Indonesia. Kenapa tidak? Seseorang akan merasa sulit mengelak melakukan suatu kesalahan apabila sejak dini ia sudah melakukan atau membiasakan diri berlaku curang meskipun itu hal-hal kecil, seperti yang diungkapkan dalam sebuah pribahasa bahwa “Ala bisa karena biasa”. Nah, apa hubungannya coba dengan Ujian  Nasional? Dalam proses penyelesaian Ujian Nasional siswa telah diajarkan bagaimana cara membohongi publik secara sembunyi-sembunyi atau bekerjasama dengan orang lain dalam melakukan suatu tindakan yang tercela dengan saling sepakat misalnya siswa harus menjaga baik-baik jawaban yang telah ia dapatkan agar tidak ketahuan oleh pengawas ujian. Ini menunjukkan bahwa ada kerjasama yang terselubung dibalik penyelesaian soal-soal ujian. Cara seperti ini tentu membiasakan siswa terus berlaku curang. Sebagai contoh konkretnya, gambaran dalam iklan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang menampakkan salah seorang siswa menyontek lewat catatan kecil yang sengaja ia buat, kemudian beranjak dewasa melanggar aturan lalu lintas lalu menyogok dan ketika menjadi seseorang yang diamanahkan sebuah jabatan ia kemudian korupsi hingga akhirnya mendekam di penjara. Catatan kecil yang dibawa anak tersebut tidak jauh beda dengan jawaban yang diberikan oleh sang guru.
Selain itu, Ujian Nasional yang berlangsung sekitar tiga sampai lima hari ini juga berdampak pada psikologi anak. Mungkinkah pernah kita bayangkan bagaimana dampak Ujian Nasional bagi anak yang tidak lulus? Jelas jiwanya terguncang mengingat kegagalannya dalam ujian, karena pada umumnya anak-anak pada usia remaja itu kondisi kejiwaannya masih labil. Khusus bagi anak berprestasi yang menjadi tumbal Ujian Nasional bisa saja depresi ketika mengalami kegagalan ini. Bagaimana tidak? Mereka disebut-sebut sebagai anak pintar bahkan cerdas gagal melewati ujian. Perasaan sedih, kecewa dan malu akibat cemoohan orang-orang sekitar sudah bercampur menjadi satu. Jadi, tidak heran jika ada di antara mereka yang lari ke hal-hal negatif seperti minuman keras dan obat-obat terlarang. Kemudian, bagi anak yang memang dianggap kurang dalam hal pelajaran akan merasa dirinya pantas menerima kegagalan itu yang berujung pada sikap bermasa bodoh untuk sekolah atau acuh tak acuh terhadap pendidikan.
Ujian Nasional juga menunjukkan tindak ketidakadilan pendidikan terhadap siswa. Hasil perjuangan siswa selama beberapa tahun menghabiskan waktu, uang dan tenaga untuk belajar bergantung pada ujian yang hanya berlangsung selama tiga atau lima hari saja. Artinya, pengorbanan mereka yang lumayan lama, mulai dari materi hingga tenaga mereka tidak ada apa-apanya, terutama bagi mereka yang tidak lulus.  
Dengan demikian, Ujian Nasional tidak efektif diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia, karena akan merugikan anak didik dan bermuara pada pencerminan ketidakberhasilan pendidikan di Indonesia akibat banyaknya yang gagal melewati Ujian Nasional. Padahal, dalam Undang-Undang telah jelas tertulis bahwa tujuan pendidikan Nasional Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sangat kontras dengan kenyataan pendidikan yang ada selama ini, di mana salah satu penyebabnya ialah Ujian Nasional. Ujian Nasional tidak mencerdaskan anak, akan tetapi membuat anak pandai berbohong, berlaku curang dan tidak sportif. Sedangkan bohong, tidak sportif dan curang tidak tercatat dalam kontes kecerdasan. Ketiga bagian tersebut termasuk dalam kategori krisis etika pendidikan yang sama sekali tidak diharapkan. Jadi, ada baiknya jika mulai dari sekarang Ujian Nasional dihapuskan. Dengan kata lain, cukup Ujian Nasional 2011 menjadi penutup ujian pembunuh karakter dunia pendidikan agar tidak lagi terjadi kesenjangan pendidikan di negeri ini. Pendidikan akan jauh lebih sukses tanpa Ujian Nasional, karena membuka peluang besar bagi siswa untuk terus belajar dan melanjutkan pendidikan ke manapun mereka sukai tanpa ada rasa putus asa, kecewa, sedih dan malu hanya karena gagal ‘lulus’ di Ujian Nasional. Begitupun dengan guru, guru tidak akan lagi menyalahi kodratnya sebagai guru untuk berlaku curang. Sekarang saatnya mengeluarkan mereka dari kekangan Ujian Nasional.

0 komentar:

Posting Komentar