Memintal Kain Kafan
Diambil dari:
(Majalah Ar-Risalah. No. 108/vol.IX/12Jumadal Ukhra-Rajab
1431 H/Juni 2010: Hal. 45-46)
Dalam
majalah ini diceritakan bahwa kain kafa n itu terdiri dari dua jenis, yaitu
kain kafan yang halus (terbuat dari sutera) dan kain kafan yang kasar. Kain
kafan yang halus ini baunya harum semerbak dan yang satunya busuk menyengat
hingga tak sanggup menciumnya bahkan menyebabkan kita pingsan (coba bayangkan
saking busuknya).
Kafan
yang harum ini dibawa oleh malaikat yang berwajah bersih, bersahabat dan lembut
dalam memperlakukan ruh yang dibungkusnya. Sedangkan kain kafan yang kedua
dibawa oleh malaikat yang hitam rupanya, keras, bengis, kasar tutur katanya dan
memperlakukan ruh dengan kasar tatkala ia membungkusnya.
Tahukah
temans, kain kafan apa yang dimaksud? Kain kafan yang dimaksud adalah kain kafan ma’nawy, yaitu bukan kain kafan
yang disiapkan oleh keluarga ketika salah seorang anggota keluarganya meninggal
atau bahkan sebelumnya.
Terkadang,
kain kafan yang dipakaikan oleh sanak keluarga kepada mayat/mayit itu nampak
halus, indah berharga dan berlapis-lapis namun kain kafan yang dibawa oleh
malaikat untuknya kasar dan berbau busuk.
sebaliknya, mungkin kita sering atau paling tidak kita pernah melihat
ada jenazah yang kain kafannya tidak mampu menutupi seluruh tubuh si
mayat/mayit. Apabila kakinya ditutupi maka kelihatanlah kepalanya dan apabila
ditarik untuk menutupi kepalanya maka mucullah kakinya, namun kafan ma’nawy pembunngkus ruh-nya sangat
halus melebihi sutera, baunya sangat harum memenuhi ruangan langit dan bumi
jika seandainya Allah Subhanahu Wa Ta’aala tidak mengahalngi manusia untuk
mencium baunya.
Ada
dua buah kisah yang menggambarkan tentang kedua jenis kain kafan ini. Kisah
pertama datang dari Mush’ab bin Umair. Mush’ab bin Umair merupakan salah
seorang sahabat yang merasakan manisnya hidayah itu ketika gugur di medan Uhud
begitu keadaannya. Beliau adalah seorang pemuda yang berasal dari keluarga kaya
raya Makkah. Beliau juga merupakan da’i Rasulullah Shallaahu ‘Alaihi Wa Sallam yang diutus utnuk menyebarkan Islam
setelah peristiwa bai’at Aqabah
pertama. Saat menyaksikan hal tersebut, berlinanglah air mata Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Kisah
kedua datang dari Abdullah bin Ubay bin Salul. Seorang pemimpin kaum munafiq
yang pada menjelang kematiannya berpesan bahwa ia ingin dibungkus dengan jubah
Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Dan pada saat pesan itu disampaikan kepada beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam, maka beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam meluluskannya. Namun apalah artinya
juba Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi
Wa Sallam yang dijadikan sebagai pembungkus jasad sementara kain kafan ma’nawy-nya sangat buruk, kasar
dan busuk menyengat (Na’udzubillaahi Mindzalik).
Rasulullah
Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam yang
mulia mengingatkan ummatnya untuk tidak berlebih-lebihan dalam menggubnakan
kain kafan pembungkus jenazah, karena ia akan hancur dimakan tanah.
Ibnu
Qayyim Rahimahullaah dala ruh ini"m Jawab
al-Kaafi menukil dari kitab Al-Musnad, sahabat Barra’ bin ‘Azib
menjelaskan, setelah itu ruh yang tadi akan dibawa naik ke langit. Setiap kali
melewati malaikat, mereka berkomentar “betapa harumnya ruh ini!” Malaikat
pembawa ruh lalu berkata”ya! Ini ruh fulan bin fulan” dengan menyebutkan
sebaik-baik namanya ketika di dunia. Malaikat pembawa ruh ini meminta agar
dibukakan pintu langit, amak dibukakanlah ia. Para malaikat penghuni langit pun
turut mengantarkan ruh tersebut hingga ke langit berikutnya hingga sampai ke
langit ketujuh. Kemudian Allah ‘Azza Wa
Jalla berfirman, “Simpanlah kitab
(catatan ‘amal) hamba-Ku ini di ‘Illiyyin,
dan kembalikanlh dia ke tanah, karena sesungguhnya Aku ciptakan dia dari tanah
dan sekali lagi akan dibangkitakan dia pada kali yang kedua”.
Adapaun
apabila dia orang kafir atau orang zhalim, maka malaikat datang kepadanya
dengan wajah hitam, membawa kain kasar, duduk di suatu tmpat yang tampak sejauh
mata memandang. Kemudian, malaikat maut datang, duduk di dekatnya membentangkan
kedua tangannya sambil menghardik “wahai
jiwa yang busuk, keluarlah menuju kemurkaan Allah!” Kepada sebagian orang
kafir malaikat maut lebih garang lagi, punggung dan wajah orang kafir itu
dipukulinya seraya mengatakan, “ Hari ini
adzab kehinaan akan ditimpakan kepadamu karena mengatakan atas nama Allah
sesuatu yang tidak benar dan kamu menyombongkan diri kepada ayat-ayat-Nya”(QS.
Al-An’am: 93).
Malaikat
maut mencabut nyawanya dengan kasar dan tidak membiarkannya berlama-lama, dalam
sekejap mata telah diambil alih oleh malaikat pembawa ruh yang telah menyiapkan
kain kasar sebelumnya. Bau busuk melebihi bau bangkai menyeruak dari ruh yang
dibungkus kain kasar itu memenuhi ruangan antara langit dan bumi jika
seandainya Allah Subahanhu Wa Ta’aala tidak
menghalangi manusia untuk menciumnya nisc meyambuat mereka pingsan. Malaikat
pembawa ruh membawanya naik, setiap kali melewati malaikat, mereka bertanya, “Betapa busuknya ruh ini!” Dan malaikat
pembawa ruh berkata, “Ini ruh fulan bin
fulan!” dengan menyebut seburuk-buruk panggilan yang mereka memanggilnya di
dunia. Kemudian malaikat meminta dibukakan pintu langit, tetapi tidak
dibukakan, sebagaimana firman-Nya yang berarti “Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan
menyombnongkan diri terhadapnya sekali-kali tidak akan dibukakan pintu langit
bgainya dan tidak akan memasuki surga sampai seekor unta dapat memasuki lubang
jarum,.....”(QS. Al-A’raaf:40). Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta’aala berfirman “Letakkanllah
bulu catatan amalannya di sijjin di
lapisan bumi yang paling bawah!”. Maka ruh hamba yang kafir itu dilemparkan
begitu saja, seperti firman-Nya, “Barang
siapa mempersekutukan Allah Subhanahu Wa Ta’aala, maka seolah-olah ia jatuh
dari langit lalu disambar oelh burung atau detrbangkan oleh angin ke tempat
yang jauh” (QS. Al-Hajj:31).
Duhai
kita semau calon-calon mayat/mayit, janganlah perlakuan manusia yang hidup
kepada jenazah menyilaukan dan menipu kita dari hakikat sesungguhnya. Sungguh,
penghormatan manusia atas posisi apapun yang dijabat oleh si mayat/mayit,
tumpukan karangan bunga di atas gundukan tanah kubur, tidak ada kaitannya
dengan apa yang akan dihadapinya setelah itu.
Tatkala
manusia telah selesai menguruk tanah, kemudian satu persatu meninggalkan
kuburan itu, maka hanya bekal amal yang akan menemani menghadapi hari-hari
penantian yang teramat lama. Duka dan penyesalan adalah nyanyian harian tak
terputus bagi yang salah mengemas bekal. Adapun hamba ynag tidak keliru
memandang kehidupan, tidak salah mengepak bekal, hari-harinya adalah
pengharapan yangg menyenangkan.
Apalagi kiriman do’a dan permohonan ampun
ketururnan tercinta kepada Allah Subhanahu
Wa Ta’aala untuknya dan amal jariyah tidak terputus mengalir meski hidup
telah berakhir, berganti babak.
Tebal
dan halusnya kain kafan tidak sama sekali tidak membantu menghdapi hari-hari
panjang penantian di alam barzakh
hingga datangnya hari kebangkitan. Semua tergantung dari tanaman-tanaman
kebajikan atau keburukan semasa hidup yang mungkin dan memang tidak akan pernah
terulang kembali. Oleh sebab itu, selagi masih ada waktu, jangan buang peluang
untuk segera sadar, kemudian bertaubat, mencucinya dengan tangisan penyesalan
dan menutupinya dengan kebajikan, karena amal tergantung dengan penutupnya. Husnul Khatimah atau Suul Khaitmah.
Berbahagialah
hamba yang mengenali Rabbnya dengan ma’rifah
dengan benar, mengenal Nabi-Nya serta meneladaninya sekuat kemampuan,
mengetahui tuntutan hidupnya serta bersungguh-sungguh mewujudkannya dalam
kehidupan. Hamba yang seperti itu sejatinya tengah memintal kafan ma’nawi-nya, helai demi helai,
sehingga menjadi kafan pembungkus yang sempurna, yang akan mewadahi ruhnya
terbang membubung menghadap Rabbnya diantarkan barisan malaikat yang mulia.
Betapa bahagia menjadi salah satu dari mereka......
Allohummaj’alna
Minhum Birahamtika.

0 komentar:
Posting Komentar