Sekarang Pun Kita Menuju Ke sana
Sungguh
merugilah oranng-orang
Yang tidak
dapat mengambil hikmah
Pada setiap
apa yang ia dengar, lihat
Yakinlah
bahwa ada banyak hikmah
di setiap
peristiwa, sesederhana atau
bahkan sekecil apapun itu.
Sebuah peristiwa
yang begitu mengetuk pintu hati umat muslim di tanah air, peristiwa yang
mungkin tak terlintas di benak bahwa ini akan terjadi secepat itu. Dalam usia
yang terbilang masih muda, yaitu 40 tahun beliau dengan diringi air mata pergi
meninggalkan keluarga, kerabat, sahabat dan umat muslim selama-lamanya. Yah,
peristiwa apa dan siapa lagi kalau bukan Meninggalnya Ustadz Jeffry Al Buchori.
Beliau menoreh banyak kebaikan sehingga umat muslim yang ditinggalkannya tak
kuasa membendung air mata melepas kepergiannya. Tentunya, itu semua tidak lain
adalah tanda cinta terhadap beliau yang terus berkarya dan berjuang untuk
Islam. Istilah “Lautan Manusia” terlihat jelas di layar kaca, namun kita sadar
bahwa mungkin bukan hanya sekedar apa yang nampak di layar kaca saja , akan
tetapi masih banyak lagi di belakang layar yang sedih menerima kenyataan di
hari Jum’at 26 April 2013 itu. Hmm,,, memang sedih tapi di sisi lain kita
bahagia dengan melihat banyaknya orang yang mendo’akan, menyalatkan dan
mengantarkannya ke pemakaman. Bagi seorang muslim, itu adalah salah satu hadiah
yang sangat besar bagi kehidupan. Beliau terkenal baik, ramah, rendah hati dan
dekat dengan masyarakat-masyarakat bawah. Itulah Ustadz Jeffry Al Buchori. Di balik kebesaran dan kepopuleran namanya melekat
kerendahan hati yang begitu kuat pada dirinya. Beliau pernah berucap bahwa
ustadz itu belum tentu selamat, yang sudah tentu selamat selamat itu hanya Nabi
Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Sebuah ungkapan yang menggambarkan kerendahan hati beliau. Menyiratkan makna
mendalam bahwa beliau, sekalipun memiliki banyak ilmu, disanjung banyak orang
dan terkenal dengan gelar ustadz, beliau tetap tidak mengklaim bahwa dirinya
akan selamat di akhirat kelak. Luar Biasa. Lalu, hikmah apa yang dapat kita
ambil dari kematiannya?
1.
Pernahkah kita menyadari bahwa kematian itu selalu mengintai dan tidak tau
kapan tibanya?
2.
Sudah siapkah kita menghadapi kematian?
3.
Ketika kita meninggal nanti, akankah banyak orang yang menyalatkan dan
mendo’akan yang baik-baik buat kita?
Mungkin pertanyaan-pertanyaan
seperti itulah yang muncul di benak sebagai bentuk hikmah yang bermuara pada
kesadaran diri. Kesadaran akan memperbaiki segala kekurangan dan kesalahan-kesalahan
yang masih sering kita perbuat, memperbanyak amal ibadah semuanya hanya semata-mata
karena Allah Subhanahu Wa Ta’aala.
Kematian itu tidak menunggu hari tua. Ia datang menemui siapa saja tanpa
pandang usia. Bayi, anak-anak, remaja, dan orang dewasa semuanya akan dijemput
sesuai dengan jatah hidup masing-masing dan sekarang kita berjalan menuju ke sana. Tidak ada pilihan
kecuali mempersiapkan diri mulai dari sekarang sebagai bekal yang akan kita
tuai di sana. “Sekejam-kejamnya dunia,
lebih kejam lagi neraka dan seindah-indahnya dunia lebih indah lagi surga”.
‘Tidak ada yang menemani kecuali amal” kata Opick.
Hidup itu indah apabila
dibarengi dengan ketatan kepada-Nya dan kebaikan antar sesama. Tidak ada
kehidupan yang lebih tenteram kecuali dengan melakukan kedua hal tersebut.
Tidaklah Allah Subhanahu Wa Ta’aala menciptakan manusia dan jin kecuali untuk
beribadah kepada-Nya (QS.Adz-Zariat: ). Selain itu, manusia juga diperintahkan
untuk saling mengingatkan dalam hal kebaikan dan mencegah yang munkar. Jadi,
sudah sepantasnyalah kita harus menyadari apa yang harus kita lakukan dalam
menjalani kehidupan ini yang hanya sementara. Jangan tertipu dengan keindahan
dunia yang fana sehingga lupa akan adanya lehidupan yang abadi menanti di alam
sana. Sejatinya kehidupan setelah kematianlah yang sebenar-benarnya kehidupan. Ibaratnya
di dunia ini kita sedang tidur dan bermimpi, lalu di Akhirat kita terbangun
dari mimpi itu kemudian melihat kenyataan hidup yang sesungguhnya (sebuah
ilustrasi dari seorang teman sekaligus seorang kakak).
Coba tanyakan kepada diri kita,
sudah berapa tahun umur kita sekarang? lalu dalam usia yang sekian, karya apa
yang sudah kita perbuat untuk Allah Subhanahu
Wa Ta’aala , Rasulullah Shallallaahu
‘Alaihi Wa Sallam, orang tua, kerabat dan sahabat? Apakah kita sudah
mempersembahkan yang terbaik? Mungkin kita bingung mau jawab apa atau sedang
meraba-raba kira apa ya, yang telah kita perbuat? Iya kan. Mungkin juga kita
mengingat “oh, waktu itu saya melakukan amalan yang baik seperti ini dan itu,
di lain waktu saya mendapat penghargaan ini dan itu serta seterusnya. OK-lah
kita telah mendapat banyak penghargaan dari usaha-usaha kita selama ini, namun
apakah itu sesuai dengan syari’at-Nya? Wallaahu A’lam Bishshawab.
Intinya adalah, mulai dari
sekarang sebaiknya lebih memperbaiki diri dan terus berusaha memperbanyak
amalan-amalan kebaikan di sisi Allah Subhanahu
Wa Ta’aala berikut sayfa’at dari Nabiullah Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Wallaahu A’lam Bishshawab
Mohon ma’af atas kekurangan dan
kesalahan yang terdapat dalam tulisan ini. Semoga ada hikmah yang dapat para
pembaca ambil dan saya ucapkan terima kasih sudah menyempatkan diri membacanya JJJJJ

0 komentar:
Posting Komentar